Dari dulu, aku tidak pernah
memohon untuk waktu diputar kembali. Aku tidak pernah mengemis pada Tuhan agar
Ia membawaku ke masa lalu. Bagiku, masa lalu memang ada yang disesalkan, tetapi
masa depan akan memperbaikinya.
Itu salah satu kewajiban manusia
bukan? Memperbaiki masa lalu, menjalaninya saat ini untuk memberi harapan di
masa depan.
Ah, itu berubah sekarang. Seakan aku
mengkhianati pikiranku sendiri, mengebiri keyakinanku dan membuatnya berbalik.
Aku menginginkan masa lalu itu hadir kembali.
Karena kamu…
Itu semua karena kamu.
Di masa lalu ada kamu, di masa
ini kamu berlalu, dan tidak akan ada lagi kamu di masa mendatang.
Jadi, apa
lagi pilihan selain aku berlutut pada Tuhan siapapun yang disembah manusia,
untuk mengembalikan aku ke masa itu.
Sebut aku gila, aku
menginginkannya hingga menjadi ambisi. Bukan lagi berandai-andai, bukan hanya
mengharapkannya. Aku memintanya dengan sepenuh hati.
Karena kamu...
Karena kamu ada di
masa lalu.
Lalu kata orang kepadaku, itu
mudah. Suruh saja dia untuk datang ke masa depan. Minta dia untuk hadir di masa
ini, paksa masa lalu itu untuk menghampirimu. Agar bisa kamu jerat dan penjarakan
dia sesuka hati.
Ah, bagaimana aku bisa? Kamu
sudah dimiliki masa lalu. Masa ini sudah meniadakanmu dan dimasa depan, nama
kamu tidak tertulis lagi.
Aku jadi begitu bingung, harus
aku apakan Tuhan. Harus bagaimana aku mengelabui takdir, bagaimana caranya aku
menipu Dia untuk kemudian menampilkanmu di masa depan, pun di masa sekarang,
itu saja aku mau.
Aku berubah cengeng, sedikit
mengiba, mengharapkan langit, tanah, pun makhluk dibumi ini untuk
mengasihaniku. Aku tidak meminta banyak, cukup kamu di masa depan. Di masa ini
pun aku mau, asal aku bisa merasakanmu sekali lagi, lagi dan lagi.
Karena kamu…
Karena kamu aku mau menukar aku yang dulu. Kamu untuk dimasa depan, kamu untuk
dimasa ini, sekali saja, biarkan aku menikmatimu, lagi dan lagi.
Langit kelam, bintang berkedip, laut
bergemuruh, tidak ada satupun, satu saja makhluk yang mau mengabulkannya.
Mereka seolah begitu sombong, mencemoohku dengan begitu keji.
Tidak apa-apa. Aku rela. Untuk
kamu, aku mau.
Karena kamu…
Sini, aku tantang kau angin, sini
berkelahi denganku matahari, aku akan jadi pemenang, asal kamu bisa hadir di
masa mendatang atau sekarang, ayo bertarung.
Ah, semua mengetawaiku,
menganggap aku bodoh, sudah tidak waras aku. Sakit jiwa katanya.
Aku pun ikut tertawa. Perlahan
senyum kemudian terbahak. Aku mungkin, memang bisa jadi, sudah gila.
Karena kamu…
Tanah merah basah, tulisan nama
masih berbau, tempatmu senyap. Aku begitu takut.
Bisa jadi benar. Ada kamu dimasa
lalu, tidak ada kamu sekarang, dan hanya kenangan di masa mendatang.
Kali ini aku menangis. Kali ini
aku menyesali. Kali ini, aku mengutuki diri sendiri.
Karena kamu. Hanya karena kamu
aku bisa begini.
---
(lagi-lagi) cerita absurd tak bermakna
Bintaro, 27 April 2012